NPM : 17 630 036
Pengaruh Pemberlakuan
Rekayasa Lalulintas Terhadap Derajat Kejenuhan Pada Simpang Jalan Pajajaran dan
Jalan Pasirkaliki
Risna Rismiana Sari
ABSTRAK
Pesatnya pertumbuhan volume lalulintas di Kota Bandung memiliki
berbagai dampak, salah satunya pada simpang bersinyal Jalan Pajajaran-Jalan
Pasirkaliki. Tingginya nilai derajat kejenuhan terutama pada saat-saat jam
sibuk mengakibatkan antrian yang cukup panjang serta tundaan yang besar. Untuk
mengantisipasi hal tersebut, perlu diperhitungkan pemberlakuan rekayasa
lalulintas guna meningkatkan pelayanan simpang dengan prasarana simpang yang
tersedia. Analisis yang dilakukan mengacu pada Manual Kapasitas Jalan Indonesia
(MKJI) 1997. Pemberlakuan rekayasa jalan yang dilaksanakan berhasil menurunkan
nilai derajat kejenuhan simpang secara signifikan. Nilai derajat kejenuhan pada
kondisi eksisting pada pendekat selatan, utara, dan barat masing-masing adalah 1.59, 1.97, dan 1.78 mengalami
penurunan, yaitu pada pendekat selatan
adalah 0.41, pendekat
utara adalah
0.81 dan 0.53, pendekat barat adalah 1.01 dan 0.41. Penurunan nilai
derajat kejenuhan akan memberikan kenyamanan kepada pengguna jalan karena waktu
tundaan menjadi lebih singkat.
Kata kunci:
Simpang, rekayasa lalulintas, derajat kejenuhan,
MKJI 1997
1. PENDAHULUAN
Pertumbuhan volume lalu lintas jalan khususnya di Kota Bandung terus
meningkat akibat dari pertumbuhan dan perkembangan kota serta laju pertumbuhan
penduduk. Pertumbuhan volume lalulintas yang tidak diiringi dengan pertambahan
pembangunan infrastruktur jalan seringkali mengakibatkan kemacetan. Kemacetan
lalulintas merupakan masalah utama di kota besar yang terutama dirasakan pada
jam-jam sibuk, baik pagi maupun sore hari [1].
Akibat dari pesatnya pertumbuhan volume lalu lintas di Kota Bandung
salah satunya dapat dirasakan pada simpang bersinyal Jalan Pajajaran dan Jalan
Pasirkaliki. Padatnya kendaraan terutama pada saat-saat jam sibuk mengakibatkan
antrian yang cukup panjang serta tundaan yang besar. Hal ini memberikan cukup
perhatian agar permasalahan dapat segera diatasi.
Salah satu penanganan yang telah dilaksanakan di lapangan adalah
dengan pemberlakuan rekayasa lalu lintas. Rekayasa lalu lintas adalah suatu
penanganan yang berkaitan dengan perencanaan, perancangan geometrik dan operasi
lalu lintas jaan raya serta jaringannya, terminal, penggunaan lahan serta
keterkaitannya dengan moda transportasi lain.
Rekayasa lalulintas yang dilaksanakan pada simpang ini adalah dengan
mematikan sinyal dan mengatur pergerakan kendaraan sehingga tidak terjadi
antrian yang panjang pada lengan-lengan simpang. Dengan pemberlakuan rekayasa
lalulintas ini diharapkan nilai derajat kejenuhan pada
simpang dapat
diturunkan sehingga kenyamanan pengguna jalan dapat dipertahankan.
2.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persimpangan
Pertemuan atau persimpangan jalan merupakan simpul transportasi yang
terbentuk dari beberapa pendekat dimana arus kendaraan dari beberapa pendekat
tersebut bertemu dan memencar
meninggalkan persimpangan [2]. Simpang dapat didefenisikan sebagai daerah umum
dimana dua jalan atau lebih bergabung atau bersimpangan, termasuk jalan dan
fasilitas tepi jalan untuk pergerakan lalulintas di dalamnya.
2.2. Variabel pada Simpang
Beberapa variabel
yang harus diperhatikan pada simpang adalah sebagai berikut:
a.
Arus lalu lintas
Arus lalu lintas berinteraksi dengan sistem jaringan transportasi.
Jika arus lalu lintas meningkat pada ruas jalan tertentu, waktu tempuh pasti
bertambah (karena kecepatan menurun. Arus maksimum yang dapat melewati suatu
ruas jalan bisa disebut kapasitas ruas jalan tersebut [3].
b.
Karakteristik volume
Volume adalah sebuah peubah (variabel)
yang paling penting pada teknik lalu lintas, dan pada dasarnya merupakan proses
perhitungan yang
berhubungan dengan jumlah gerakan per satuan waktu pada lokasi
tertentu [2].
Karakteristik volume lalu lintas pada suatu jalan akan bervariasi
tergantung pada volume total dua arah, arah lalu lintas, volume harian,
bulanan, dan tahunan serta pada komposisi kendaraan [4].
c.
Karakteristik kecepatan
Kecepatan adalah laju perjalanan yang biasanya dinyatakan dalam
kilometer per jam (km/jam) [2]
d.
Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
Prinsip dasar pengendalian persimpangan dengan alat pemberi isyarat
lalu lintas harus memenuhi aturan yang disampaikan oleh isyarat lampu tersebut
[4]. Keberhasilan dari pengaturan ini dengan Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas
(APILL) ditentukan dengan berkurangnya penundaan waktu untuk melalui
persimpangan (waktu antri yang minimal) dan berkurangnya angka kecelakaan pada
persimpangan yang bersangkutan. Lampu pengatur (isyarat) lalu lintas merupakan
alat yang sederhana (manual, mekanis, elektris), alat ini memberi prioritas
bergantian dalam suatu periode waktu.
Penggunaan sinyal pada lampu 3 (tiga) warna (hijau, kuning, merah)
bertujuan untuk memisahkan lintas dari gerakan- gerakan lalu lintas yang
bertentangan dalam dimensi waktu [5]. Hal ini adalah mutlak bagi gerakan-
gerakan lalu lintas yang datang dari jalan saling konflik. Sinyal juga dapat
digunakan untuk memisahkan gerakan konflik yaitu gerakan membelok dari lalu lintas
lurus, melawan, atau untuk memisahkan gerakan lalu lintas membelok dari pejalan
kaki yang menyeberang.
e.
Karakteristik Geometrik
Geometrik persimpangan harus dirancang sehingga mengarahkan
pergerakan (manuver) lalu lintas ke dalam lintasan yang paling aman dan paling
efisien, dan dapat memberikan waktu yang cukup bagi para pengemudi untuk
membuat keputusan-keputusan yang diperlukan dalam mengendalikan kendaraannya
[4].
Karakteristik geometrik jalan merupakan gambaran suatu simpang
dengan informasi mengenai kereb, jalur, lebar bahu dan median [6].
f.
Kondisi Lingkungan
Kondisi lingkungan merupakan faktor penting dalam penentuan jenis
simpang. Kondisi lingkungan dapat dibedakan berdasarkan parameter pemukiman,
komersial, akses terbatas [5].
g.
Unsur Kendaraan
Unsur-unsur kendaraan yang dapat mempengaruhi suatu kondisi di
persimpangan adalah sebagai berikut [5]:
1)
Unsur lalu lintas
Unsur lalu lintas adalah benda atau pejalan kaki sebagai bagian dari
lalu lintas,
2)
Kendaraan
Kendaraan adalah unsur lalu lintas di atas roda, dibedakan atas
kendaraan ringan, kendaraan berat, sepeda motor dan kendaraan tidak bermotor
2.3. Data Masukan Simpang Bersinyal
Data masukan
untuk simpang bersinyal yang harus sangat diperhatikan adalah sebagai berikut:
a.
Kondisi Geometrik dan Lingkungan
Berisi tentang data lebar jalan, lebar bahu jalan, lebar median dan
arah lajur untuk setiap lengan simpang. Kondisi lingkungan dapat berupa
komersial, pemukiman, dan akses terbatas.
b.
Kondisi Arus Lalu
Lintas
Jenis kendaraan dibagi dalam beberapa tipe. Untuk menghitung rasio arus
kendaraan yang belok kiri (PLT) dan rasio arus
kendaraan yang belok kanan (PRT) untuk masing-masing pendekat dihitung dengan persamaan (1 dan 2) sebagai
berikut:
PRT= ππ
π (π ππ/πππ) / ππ‘ππ‘ππ (π ππ/πππ) (1) PLT= ππΏπ (π ππ/πππ) / ππ‘ππ‘ππ (π ππ/πππ) (2) Dimana:
QLT
= Arus Belok Kiri Total QRT = Arus Belok Kanan
Total Qtotal = Arus Total
c.
Penentuan Fase Sinyal
Fase adalah suatu rangkaian dari kondisi yang diberlakukan untuk
suatu arus atau beberapa arus, yang mendapatkan identifikasi lampu lalu lintas
yang sama [7].
d.
Arus
Jenuh Dasar (So)
Arus jenuh dasar merupakan besarnya keberangkatan antrian di dalam
pendekat selama kondisi ideal (smp/jam hijau).
Untuk tipe pendekat P dapat dihitung dengan persamaan
(3) sebagai berikut :
So = 600 x We (3)
Dimana:
So : arus jenuh
dasar
We
: lebar efektif pendekat Untuk tipe pendekat O
Lajur
belok kanan tidak terpisah, jika QRT > 250 smp/jam:
· QRTO < 250,
Tentukan Sprov pada
QRTO = 250
Tentukan S
sesungguhnya sebagai
S= Sprov – [(QRTO – 250) x 8] smp/jam (4)
·
QRTO > 250,
Tentukan
Sprov pada QRT, QRTO = 250 Tentukan S sesungguhnya sebagai
S= Sprov –
[(QRTO
+ QRT – 500) x 2] (5)
Jika QRTO
< 250 dan QRT > 250 smp/jam, tentukan S pada QRT
= 250 smp/jam.
e.
Faktor Penyesuaian
Faktor
Koreksi Ukuran Kota (FCS) dapat ditentukan
dari Tabel 1.
Tabel 1. Faktor Koreksi Ukuran Kota (FCS) untuk Simpang.
Jumlah Penduduk (dalam Juta)
|
Faktor
penyesuaian
ukuran kota (FCS)
|
>3,0
|
1,05
|
1,0
– 3,0
|
1,00
|
0,5
– 1,0
|
0,94
|
0,1
– 1,0
|
0,83
|
<0,1
|
0,82
|
Sumber: MKJI 1997
Faktor
Penyesuaian untuk Kelandaian (FG) dapat ditentukan dari Gambar 1.
Sumber: MKJI 1997
Gambar 1. Faktor Penyesuaian untuk Kelandaian (FG)
Faktor Penyesuaian Hambatan Samping dapat ditentukan dari Tabel 2.
Tabel
2. Faktor Penyesuaian Hambatan Samping
Sumber: MKJI 1997
Faktor Penyesuaian untuk Pengaruh Parkir dan Lajur Belok Kiri yang
Pendek (FP) dapat dihitung dengan persamaan (6) sebagai berikut:
FP = [LP/3-(WA-2)x(LP/3-g)/WA]/g (6)
Dimana:
LP =
Jarak antara garis henti dan kendaraan
yang diparkir pertama (m) (atau panjang dari lajur pendek)
WA = Lebar
pendekat (m)
G = Waktu
hijau pada pendekat (nilai normal
26 detik)
Faktor
penyesuaian untuk belok kanan (FRT) dan belok kiri (FLT) {hanya
berlaku untuk pendekat tipe P, jalan dua arah, lebar
efektif ditentukan oleh lebar masuk, tanpa belok kiri langsung (untuk belok
kiri)}, dapat ditentukan dari Gambar
2 dan Gambar 3.
Sumber
: MKJI 1997
Gambar 3. Faktor
Penyesuaian untuk Belok Kiri (FLT)
f.
Nilai Arus Jenuh
Nilai arus
jenuh dapat dihitung dengan persamaan (7) sebagai berikut:
S =
So x FCS x FSF
x FG x FP x FRT x FLT (7)
Dimana:
So : arus
jenuh dasar
FCS : faktor
koreksi ukuran kota
FSF : faktor koreksi hambatan samping
FG : faktor
koreksi kelandaian
FP : faktor
koreksi parkir
FRT : faktor
koreksi belok kanan
FLT : faktor
koreksi belok kiri Waktu hijau
Waktu hijau untuk
setiap fase dapat dihitung dengan menggunakan persamaan 8.
gi = (Cua – LTI) × PRi (8)
Dimana:
gi = waktu hijau dalam
fase – i
(detik)
Cua = waktu
siklus yang ditentukan (detik)
LTI = total waktu hilang per-siklus
= Ξ£ (allred + amber)i = Ξ£ IG i PRi = perbandingan fase
FRCRIT / Ξ£(FRCRIT)
IG i = Waktu antar hijau pada pendekat i
Waktu hijau yang lebih pendek dari 10 detik harus dihindarkan. Hal
ini mungkin akan menghasilkan terlalu banyak pengemudi yang berlawanan setelah
lampu merah dan kesulitan bagi pejalan kaki untuk menyeberang jalan.
Waktu siklus untuk fase dapat dihitung dengan persamaan 9. Waktu
siklus hasil perhitungan ini merupakan waktu siklus optimum yang menghasilkan
tundaan terkecil.
Cua=(1.5
´ LTI + 5)
(1 - IFR)
g.
Waktu Hijau dan Waktu Siklus
Cua = waktu siklus sinyal (detik)
LTI = total waktu hilang per-siklus (detik)
IFR = perbandingan
arus simpang Ξ£ (FRCRIT)
Fase sinyal yang menghasilkan nilai terendah dari (IFR
+ LTI / c) adalah yang paling efisien.
Waktu siklus yang disarankan oleh MKJI 1997, dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel
3. Waktu Siklus yang Disarankan
Tipe
kontrol
|
Waktu
siklus yang layak (detik)
|
2 fase
3 fase
4 fase
|
40
– 80
50
– 100
80
– 130
|
Sumber: MKJI 1997
Waktu siklus sangat berpengaruh terhadap kapasitas simpang. Namun
harus dipertimbangkan, waktu siklus yang rendah akan mempersulit pejalan kaki
untuk menyeberang jalan, sedangkan waktu siklus yang lebih besar dari yang
disarankan harus dihindari kecuali untuk kasus yang sangat khusus.
Waktu siklus
ini berdasar pada pembulatan waktu hijau yang diperoleh dan waktu hijau hilang
(LTI).
c = Ξ£g +
LTI (10)
2.4. Kinerja Simpang
Kualitas dari
simpang dapat terlihat dari parameter- parameter berikut:
a.
Kapasitas
Kapasitas
pendekat simpang bersinyal menurut MKJI 1997 dapat dinyatakan dengan rumus 11
berikut:
C = S × g/c (11)
Dimana:
C = kapasitas (smp/jam)
S = arus jenuh
g = waktu hijau (det).
c = waktu siklus
b.
Derajat Kejenuhan
Jika penentuan waktu sinyal sudah dikerjakan secara benar, derajat
kejenuhan akan hampir sama dalam semua pendekat-pendekat kritis. Derajat
kejenuhan diperoleh dengan rumus 12 berikut.
DS = Q/C (12)
Dimana:
Q = arus lalulintas (smp/jam)
C = kapasitas (smp/jam)
3.
METODE PENELITIAN
Secara
keseluruhan, tahapan penelitian yang dilaksanakan dapat dilihat pada bagan alir
pada Gambar 4.
Simpang yang diteliti adalah Simpang Jalan Pajajaran dan
Jalan Pasirkaliki yang merupakan simpang bersinyal. Data yang dibutuhkan
adalah:
a.
Kondisi geometrik jalan meliputi: jumlah lajur,
lebar lajur, lebar lengan simpang dan lebar LTOR (lajur belok kiri langsung),
median dan kelandaian.
b.
Data volume kendaraan pada masing-masing lengan.
c.
Data fase dan sinyal yang meliputi waktu siklus,
waktu hijau aktual, waktu hijau efektif, waktu kuning, dan all red untuk masing-masing lengan.
d.
Data jumlah penduduk Kota Bandung.
Alat penelitian yang
digunakan adalah formuir survey,
hand
counter, alat penunjuk waktu, roll meter dan
kamera.
Setelah
didapatkan data dari hasil survei yang dilakukan di lapangan, kemudian
dilakukan hal-hal sebagai berikut:
1.
Membuat rekapitulasi dari hasil perhitungan volume
kendaraan di lapangan.
2.
Melakukan perhitungan nilai volume dan kapasitas
berdasarkan teori yang mengacu pada MKJI 1997 pada saat diberlakukan sinyal
lalu lintas.
3.
Melakukan perhitungan nilai volume dan kapasitas
berdasarkan teori yang mengacu pada MKJI 1997 pada saat diberlakukan rekayasa
lalu lintas.
4.
Membandingkan derajat kejenuhan simpang pada saat
diberlakukan sinyal lalulintas dan rekayasa
lalulintas.
Gambar 4. Bagan
alir penelitian
4.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
4.1.
Geometrik Simpang
Kondisi geometrik
simpang dapat dilihat pada Gambar 5 berikut.
Gambar 5.
Geometrik Simpang
Lokasi persimpangan berada pada kawasan komersial dengan jumlah
penduduk Kota Bandung pada tahun 2015 adalah 2.394.873 juta jiwa.
4.2.
Volume lalulintas
Volume lalulintas didapatkan dari hasil survey langsung di lapangan.
Data volume lalulintas pada jam puncak untuk masing-masing lengan seperti
ditampilkan pada Tabel 4 berikut.
Tabel
4. Data Volume lalu lintas
4.3. Waktu Siklus
Pergerakan arus kendaraan pada simpang dibagi kedalam tiga fase.
Waktu siklus yang diberlakukan di lapangan adalah 130 detik dengan pembagian
sinyal merah, kuning dan hijau dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5.
Perbandingan Waktu Sinyal
Pendekat
|
Red (det)
|
Green (det)
|
Amber (det)
|
Waktu
Siklus (det)
|
Selatan
|
97
|
30
|
3
|
130
|
Utara
|
87
|
40
|
3
|
130
|
Barat
|
82
|
45
|
3
|
130
|
4.4.
Derajat Kejenuhan
b. Derajat
Kejenuhan Simpang Kondisi Eksisting
Salah satu yang memperlihatkan baik buruknya kinerja simpang adalah
derajat kejenuhan. Untuk simpang dengan pemberlakukan sinyal lalulintas, waktu
sinyal merupakan salah satu factor yang sangat mempengaruhi kinerja. Nilai
Derajat Kejenuhan pada kondisi eksisting yaitu dengan pemberlakuan sinyal
lalulintas yang ada saat ini dapat dilihat pada Tabel 6 berikut.
Tabel
6. Derajat Kejenuhan Simpang Kondisi Eksisting
Pendekat
|
Q (smp/jam)
|
C (smp/jam)
|
DS
|
Selatan
|
802.50
|
503.69
|
1.59
|
Selatan (belok kanan, lajur terpisah)
|
841.35
|
3,207.60
|
0.26
|
Utara
|
1,721.60
|
874.63
|
1.97
|
Barat
|
1,480.00
|
832.46
|
1.78
|
Timur (satu arah)
|
4,230.35
|
6,415.20
|
0.66
|
Pendekat selatan merupakan jalan satu arah dengan pergerakan
berbelok kanan langsung dengan lajur terpisah. Pendekat timur merupakan jalan
satu arah dengan pergerakan khusus keluar dari
simpang.
Dari hasil analisis didapatkan nilai derajat kejenuhan yang sangat
tinggi. Hal ini memperlihatkan kondisi lalulintas yang sangat padat bahkan
jenuh.
b. Derajat Kejenuhan Simpang dengan
Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas
Rekayasa lalulintas yang sering diberlakukan pada Simpang Jalan
Pajajaran dan Jalan Pariskaliki ini adalah dengan mematikan sinyal lalulintas
dan mengatur pergerakan kendaraan. Kondisi simpang dan pergerakan arus dengan
pemberlakuan rekayasa lalulintas dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Pergerakan Arus Dengan Pemberlakuan Rekayasa Lalulintas
Dengan pemberlakuan rekayasa lalulintas ini mengakibatkan perubahan
pergerakan kendaraan. Kendaraan yang semula tertahan oleh lampu sinyal
lalulintas, dengan pemberlakuan rekayasa lalulintas ini akan berjalan menerus
namun dengan pengaturan arah pergerakan.
Nilai Derajat Kejenuhan dengan pemberlakuan rekayasa lalulintas yang
ada saat ini dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7. Derajat Kejenuhan Simpang dengan
Pemberlakuan Rekayasa lalulintas
Pendekat
|
Menuju
arah
|
Q (smp/jam)
|
C (smp/jam)
|
DS
|
Selatan
|
Utara
|
1,329.85
|
3,207.6
|
0.41
|
Utara
(lajur terpisah)
|
841.35
|
3,207.6
|
0.26
|
|
Utara
|
Selatan
|
2,603.20
|
3,207.6
|
0.81
|
Utara
|
1,697.95
|
3,207.6
|
0.53
|
|
Barat
|
Timur
|
3,243.35
|
3,207.6
|
1.01
|
Barat
|
1,329.85
|
3,207.6
|
0.41
|
|
Timur
|
Timur
(satu arah)
|
4,230.35
|
6,415.2
|
0.66
|
Dari hasil analisis pada Tabel 7 dapat dilihat bahwa nilai derajat
kejenuhan rata-rata pada setiap pendekat
≤ 0.75. Derajat kejenuhan sedikit tinggi berada pada pendekat utara
menuju selatan dengan nilai 0.81 dan pada pendekat barat menuju timur dengan
nilai 1.01. Nilai pada pendekat barat menuju timur ini lebih tinggi
dibandingkan dengan pendekat yang lain dikarenakan adanya pergerakan dari
selatan menuju utara yang akhirnya harus memasuki pendekat barat terlebih
dahulu sebelum berbelok kearah utara.
4.5.
Analisis Kinerja Simpang
Berdasarkan hasil perhitungan derajat kejenuhan simpang dengan
kondisi eksisting yaitu dengan pemberlakuan sinyal dan dengan pemberlakuan
rekayasa lalulintas, maka dapat dapat diketahui bahwa nilai derajat kejenuhan
dengan pemberlakuan rekayasa lalulintas menurun cukup signifikan seperti
ditampilkan pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8. Perbandingan Nilai Derajat Kejenuhan Simpang
Pendekat
|
Derajat
Kejenuhan
|
||
Eksisting
|
Rekayasa
Lalulintas
|
||
Selatan
|
1.59
|
0.41
|
|
Selatan (belok kanan lajur terpisah)
|
0.26
|
0.26
|
|
Utara
|
1.97
|
0.82
|
Jalur 1 (arah ke selatan)
|
0.53
|
Jalur 2 (arah ke utara)
|
||
Barat
|
1.78
|
1.01
|
Jalur 1 (arah ke timur)
|
0.41
|
Jalur 2 (arah ke barat)
|
||
Timur (satu arah)
|
0.66
|
0.66
|
Nilai derajat kejenuhan pada kondisi eksisting pada pendekat
selatan, utara, dan barat masing-masing adalah 1.59, 1.97, dan 1.78. Hal ini
memperlihatkan kondisi simpang sangat jenuh. Nilai derajat kejenuhan dengan
diberlakukannya rekayasa lalulintas mengalami penurunan, yaitu pada pendekat
selatan adalah 0.41, pendekat utara adalah 0.81 dan 0.53, pendekat barat adalah
1.01 dan 0.41.
Nilai derajat kejenuhan pada pendekat selatan pergerakan khusus
berbelok kanan dan pada pendekat timur tidak ada perbedaan dikarenakan tidak
terpengaruh oleh sinyal laulintas yaitu 0.26 dan 0.66.
Dengan penurunan nilai derajat kejenuhan ini artinya kepadatan pada
simpang dapat direduksi cukup baik. Penurunan derajat kejenuhan pada simpang
dapat pula menurunkan nilai tundaan kendaraan, sehingga kenyamanan berkendara
dapat ditingkatkan.
5.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis pada bab sebelumnya, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut.
1. Karakteristik Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki
Daerah Simpang Jalan Pajajaran-Jalan Pasirkaliki merupakan simpang
bersinyal yang berada pada lingkungan komersil. Simpang ini memberlakukan
pergerakan berbelok kiri langsung (LTOR) pada setiap lengannya, dan lajur
khusus berbelok kanan pada lengan selatan.
Sinyal yang digunakan
adalah sinyal tiga warna dengan urutan merah-hijau kuning. Waktu siklus berdasarkan hasil observasi adalah 130 detik dengan pemberlakuan tiga fase
pergerakan.
2.
Kinerja Simpang
Perberlakuan rekayasa
lalulintas pada Simpang Jalan Pajajaran dan Jalan Pasirkaliki memberikan pengaruh yang cukup baik untuk
menurunkan nilai derajat kejenuhan. Nilai derajat kejenuhan turun cukup
signifikan, sehingga dapat memberikan
kenyamanan kepada pengguna jalan dengan tundaan yang lebih singkat dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya.
Pemberlakuan rekayasa
lalulintas merupakan salah satu solusi manajemen lalulintas untuk meningkatkan
kapasitas jalan dengan tanpa membutuhkan biaya yang besar untuk pembangunan infrastruktur baru
Daftar Pustaka
[1]
Adisatria,
Wiwit. Djakfar, Ludfi. Wicaksono, Achmad. 2015. Manajemen Lalulintas pada Kawasan Tanjung Kabupaten Jember. Jurnal
Rekayasa Sipil/Volume 9, N0.1. ISSN 1978-5658.
[2]
Hobbs, F.
D., 1995. Perencanaan dan Teknik
Lalulintas, Edisi Kedua. Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
[3]
Tamin, O.
Z., 1997. Perencanaan dan Permodelan
Transportasi. Penerbit: ITB Press. Bandung.
[4]
Abubakar,
Iskandar. 1998. Sistem Transportasi Kota.
Direktorat Jenderal Perhubungan Darat. Jakarta.
[5]
Direktorat
Jenderal Bina Marga, Departemen Pekerjaan Umum RI, 1997. Manual Kapasitas Jalan Indonesia. Jakarta.
[6]
Sukirman,
1999. Dasar-dasar Perencanaan Geometrik
Jalan. Penerbit: Nova. Bandung.
[7] Munawar A., 2004. Manajemen Lalulintas Perkotaan,
Edisi Pertama.
Penerbit: Beta Offset. Yogyakarta.
Menteri Perhubungan RI, 2006. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor KM 14 Tahun 2006 tentang Manajemen
dan Rekayasa Lalulintas Di Jalan.